Tembus Rp 13,8 T, Warga Jabar Paling Banyak Berutang Pada Pinjol

Gambar ilustrasi Pinjol/shutterstock 

Beropini.id - Pinjaman online atau peer to peer (P2P) lending semakin populer di Indonesia, dan menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masyarakat di Jawa Barat (Jabar) merupakan pengguna pinjol terbanyak di seluruh Indonesia. Nilai pinjaman online di Jabar mencapai Rp 13,8 triliun.

DKI Jakarta menempati posisi kedua dengan nilai pinjaman yang luar biasa sebesar Rp 10,5 triliun, demikian diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Ogi Prastomiyono, dalam konferensi pers virtual pada Selasa (4/7/2023).

Ogi menjelaskan bahwa banyaknya masyarakat yang menggunakan pinjaman P2P lending ini merupakan indikasi tingginya minat masyarakat terhadap layanan tersebut. "Indikasinya banyak masyarakat yang menggunakan pinjaman P2P lending. DKI menduduki posisi nomor dua terbesar di seluruh Indonesia. Pertama di Jawa Barat sebesar Rp 13,8 triliun," ujar Ogi dalam konferensi pers virtual, Selasa (4/7/2023).

Meskipun begitu, Ogi menjamin bahwa risiko kredit macet atau tingkat wanprestasi (TWP 90) di DKI Jakarta masih berada dalam kondisi yang baik dan lebih rendah dari tingkat nasional. "Tingkat wanprestasi TWP90 di DKI Jakarta hanya sebesar 3,3%, bahkan lebih rendah dari tingkat nasional yang sebesar 3,36%. Yang penting adalah kita dapat mengendalikan tingkat wanprestasi harian tersebut," jelasnya.

Pada bulan Mei 2023, kinerja fintech P2P lending mencatat pertumbuhan yang signifikan, dengan total pembiayaan mencapai Rp 51,46 triliun, meningkat sebesar 28,11% dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, kenaikan TWP90 juga terjadi menjadi 3,36%, naik dari sebelumnya 2,82%.

Terkait dengan kewajiban pemenuhan ekuitas minimum fintech P2P lending sebesar Rp 2,5 miliar yang mulai berlaku pada 4 Juli 2023, Ogi mencatat bahwa masih ada 33 pinjol yang belum memenuhi ketentuan tersebut per Mei 2023.

"OJK telah minta action plan pemenuhan ekuitas minimum kepada P2P lending yang belum memenuhi ketentuan tersebut dan dilakukan monitoring secara berkelanjutan. Bagi penyelenggara P2P lending yang tidak dapat memenuhi ketentuan ekuitas minimum sampai tenggat waktu yang telah ditetapkan pada POJK Nomor 10 Tahun 2022, akan dilakukan langkah pengawasan sesuai ketentuan," ujar Ogi.

(br/detik)

Lebih baru Lebih lama