Uang Hasil Korupsi Bupati Kapuas Digunakan Untuk Menjadikan Istrinya Sebagai Anggota DPR RI

Bupati Kapuas dan Istri diborgol oleh KPK/detik

Beropini.id - Kasus korupsi kembali mencuat di tanah air, kali ini melibatkan Bupati Kabupaten Kapuas Ben Brahim S Bahat (BBSB) dan istrinya, Ary Egahni (EH). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa pasangan suami istri ini diduga menerima uang hasil suap dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun pihak swasta.

Menurut Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, duit haram tersebut digunakan oleh BBSB untuk kepentingan politik. Salah satu kegiatan yang didanai oleh uang suap tersebut adalah operasional saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah, serta keikutsertaan EH dalam pemilihan legislatif di tahun 2019. EH sendiri merupakan anggota DPR RI Fraksi Nasdem periode 2019-2024.

Tak hanya itu, BBSB juga diduga menerima suap dari pihak swasta terkait pengurusan izin lokasi perkebunan di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Total uang yang diterima mencapai Rp8,7 miliar. Uang suap ini juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional.

Selain itu, BBSB juga meminta bantuan pihak swasta dalam kontestasi politik, seperti menyiapkan sejumlah massa saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalteng, dan EH saat maju dalam pemilihan anggota DPR RI.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, menjelaskan bahwa pihaknya akan menelusuri lebih lanjut soal uang yang digunakan BBSB dan EH untuk kepentingan politik. BBSB berasal dari Partai Golkar, sedangkan EH adalah kader Partai Nasdem.

KPK menetapkan BBSB dan EH sebagai tersangka terkait kasus dugaan rasuah pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada penyelenggara negara disertai dengan penerimaan suap di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. 

Keduanya ditahan oleh KPK selama 20 hari ke depan. Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Kasus ini kembali memperlihatkan betapa merajalelanya tindak korupsi di Indonesia, terutama dalam lingkup pemerintahan daerah. Untuk itu, peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam memberantas tindak korupsi ini.

(br/inilah)

Lebih baru Lebih lama