Fenomena Politik "Mendompleng Nama Besar", Ingin jadi Pemimpin Tapi Tidak Punya Gagasan

foto: ilustrasi

Beropini.id - Dalam kancah politik, ada fenomena yang sering disebut sebagai "mendompleng nama besar". Istilah ini merujuk pada praktik di mana seseorang atau kelompok politik menggunakan nama besar atau populer untuk memperoleh dukungan atau keuntungan politik.

Mendompleng nama besar tidak selalu buruk atau tidak etis, karena seseorang dapat memperoleh dukungan politik karena hubungannya dengan orang-orang yang memiliki nama besar. 

Namun, dalam beberapa kasus, praktik ini dapat menimbulkan konflik kepentingan atau merusak citra orang yang didompleng.

Contohnya, pada pemilihan kepala daerah di beberapa wilayah Indonesia, terkadang calon kepala daerah menggunakan nama besar partai politik atau tokoh politik yang sudah terkenal untuk memperoleh dukungan dari masyarakat. 

Mereka mengklaim bahwa dengan mendukung calon yang didukung oleh partai atau tokoh politik tersebut, maka akan memperoleh manfaat atau akses yang lebih besar di masa depan.

Namun, praktik mendompleng nama besar dalam politik juga dapat menimbulkan kontroversi dan memicu konflik kepentingan. 

Misalnya, ketika seorang calon kepala daerah mengklaim dirinya dekat dengan tokoh politik tertentu dan mengatasnamakan dukungan dari tokoh tersebut, tetapi pada kenyataannya tidak ada kesepakatan atau persetujuan dari tokoh politik tersebut.

Selain itu, praktik mendompleng nama besar juga dapat merusak citra tokoh politik atau partai politik yang digunakan untuk memperoleh dukungan. 

Jika calon kepala daerah yang didukung gagal dalam pemilihan, maka hal tersebut dapat memberikan dampak negatif pada citra tokoh politik atau partai politik yang didompleng.

Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa dukungan politik tidak selalu berarti mendukung seseorang atau kelompok yang menggunakan nama besar atau populer. 

Sebelum memutuskan untuk memberikan dukungan pada calon kepala daerah atau partai politik tertentu, masyarakat harus memperhatikan rekam jejak dan program kerja yang ditawarkan oleh calon tersebut.

Pada tahun politik 2024 nanti, fenomena "mendompleng nama besar" mulai terlihat di beberapa daerah. Banyak tokoh yang siap mencalonkan diri menjadi pemimpin daerah tapi bukan dengan cara menjual gagasan, visi, ataupun misi. Mereka malah memperkenalkan diri dengan melampirkan tokoh besar lainnya.

Pada akhirnya, praktik mendompleng nama besar dalam politik adalah sesuatu yang harus diwaspadai dan dievaluasi secara kritis oleh masyarakat. 

Dukungan politik harus didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan tidak dipengaruhi oleh popularitas atau hubungan dengan tokoh politik tertentu.

(bropini)

Lebih baru Lebih lama